THE TALEN'AN

Namaku Atria Rainindraeni, banyak orang yang pertama kali mengetahui nama belakangku berkata bahwa itu sulit unjuk dieja. Entahlah, aku fikir tidak sesulit itu. Cukup mengeja dengan tiga kata, rain-indra-eni. Simple bukan?. Tapi agar mudah panggil saja aku Atria.

Oke, aku sangat suka bercerita. Kali ini aku ingin berbagi pengalamanku sewaktu SMP. Masa SMP ku tidak terlalu beda dengan kebanyakan orang—berteman, bercerita, belajar, dan dimasa itu pula aku mengenal rasa suka pada lawan jenis. Cerita dimulai dari aku kelas 7.

Di sekolah, aku termasuk tipikal orang yang tidak terlalu memperhatikan sekeliling, teman pun hanya tiga. Karena menurutku yang terpenting adalah aku harus mendapatkan nilai yang bagus, itu saja. Namun, semua berubah pada saat pertengahan kelas 8. Disana aku mulai banyak bergaul. Teman? Jangan ditanya, adik kelas pun banyak yang mengenalku. Ya mungkin karena aku anggota OSIS juga. Kalian bertanya kenapa? Karena aku baru mengetahui arti masa remaja yang sesungguhnya. Tapi, tetap sih aku masih mementingkan nilai. Kebetulan pada saat itu sedang maraknya kelompok main atau istilah gaulnya itu geng, tidak terkecuali aku dan teman-temanku. Kita berenam membuat sebuah geng yang bernama “The Talen’an”.

Dari namanya mungkin terdengar aneh, haha iya akupun berfikir begitu. Kami memilih nama itu dari kata Multitalent yang diplesetkan menjadi Talen’an. Kami terbentuk bukan dari sekelompok orang yang menyukai hal yang sama, malah kebanyakan bertolak belakang. Namun, dengan perbedaan itu semakin membuat kami kompak, seru, dan mungkin tidak punya urat malu.

 Jika kami sudah bertemu, suasana yang tadinya hening menjadi ramai bagai pasar. Oh iya, masa remaja pasti tidak luput dari yang namanya cinta monyet begitu pun kami, lucunya dari kami berenam tiga diantaranya menyukai cowok dari kelas sebelah. Dari mulai aku menyukai Umar si cowok ganteng tapi lenjeh, Diva menyukai Daffa si cowok pendiem super, Lina menyukai Irfan si cowok cina tinggi. Tapi, mungkin namanya juga cinta monyet jadi kami malu untuk mengungkapkannya dan malah mengibarkan bendera perang dengan mereka. Ada saja ulah kejahilan kami, dari mulai mengerjai mereka, meledek mereka yang hendak lewat kelas kami hingga mereka trauma dan memilih jalur lain yang lebih jauh, sungguh aku ingin tertawa setiap kali mengingatnya.

Pernah suatu ketika pada saat pentas seni sehabis UAS kami bermain Truth or Dare, sialnya aku yang pertama kali kena! Menurut kalian apa yang aku dapat? Aku mendapat Dare untuk berfoto dengan Umar. Kalian bayangkan meminta foto dengan seseorang yang kalian suka sekaligus musuh sendiri, Oh My God rasanya aku ingin kabur pada saat itu juga. Karena merasa tidak enak akhirnya aku pun menjalankannya, dengan berat hati aku menghampiri Umar beserta teman-temannya yang sedang asik mengobrol di kantin sekolah.

Hal bodoh yang pertama kali aku ucapkan adalah “Mar, boleh minta foto?,” di depan semua penghuni kantin, aku mengutuk kebodohanku. Dan kalian tau apa respon dia? “Sorry, aku gak kenal kamu.” Sudahlah kalian bisa menebak, aku dipermalukan oleh dia dan teman-temannya.

Dengan segenap rasa percaya diri yang tersisa aku pun pergi tidak lupa diiringi tatapan mencemooh dari seisi kantin. Aku kembali dengan perasaan yang campur aduk—marah, kesal, malu, dan akhirnnya menangis sejadi-jadinya.

Lupakan hal itu, masih banyak cerita lain yang tak bisa aku jelaskan secara terperinci karena itu akan menghabiskan belasan lembar kertas, hehe. Intinya kami bersahabat, kompak, seru, saling memahami, tanpa memandang perbedaan apapun.

Sampai saatnya mendekati masa-masa kelulusan. Di suatu keadaan kami berkumpul membicarakan tentang masa depan, tentang Talia yang ingin menjadi dokter anak agar bisa bertemu dengan anak-anak setiap saat, Diva dan aku yang ingin menjadi seorang psikologi, mungkin ditambah aku ingin mempunyai sebuah toko kue sendiri, Lina menjadi seorang penulis yang karyanya selalu best seller diseluruh Gramedia, Fatma yang obsesinya bertemu Justin Bieber, Fiany mungkin menjadi seorang aktris atau pemain band, entahlah. Dan kami sepakat untuk tidak saling melupakan setelah lulus.

Namun, semua seakan mengikis saat kami lulus. Karena perbedaan keinginan kami pun berpencar, hanya aku dan Lina yang satu sekolah lagi. Permasalahan pun semakin sering terjadi, dari yang mulai menyalahkan satu sama lain karena tidak bisa diajak berkumpul, cekcok karena masalah kecil, hingga masalah percintaan.

Sampai akhirnya kita pun jarang berhubungan lagi hingga lost contact. Sedih? Pasti, aku rindu saat-saat kebersamaan berbagi suka duka, tertawa, bersedih bersama-sama. Aku ingin semuanya terulang, tidak ada perpisahan, walaupun sering terjadi masalah namun dapat diselesaikan bersama. Tetapi kenyataan berkata lain, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Tapi sungguh, ika ditanya apa  yang paling aku rindukan, aku akan berkata, “Aku rindu kalian”.

 

***

 

“Tri, ayo! Acara pembukaan toko kue baru kita akan segera dimulai. Semua tamu sudah datang, cepatlah turun,” perintah seseorang dari arah pintu masuk.

Atria menutup buku harian yang telah berulang kali ia baca, entah mengapa menurutnya membaca itu berkali-kali tidak membuatnya jenuh. Semua kenangan semasa SMP terulang setiap membaca buku hariannya itu.

“Tunggu sebentar Mas, aku akan segera turun!” ia menaruh kembali buku itu dalam meja ruang kerjanya dan melangkah menyusul Alja.

 

***

”Prok prok prok….”

 

Suara tepuk tangan mengiringi pembukaan toko kue baru yang bernama Atria’s Cake. Sang pemilik terlihat sangat bahagia dan menebar senyum ke arah tamu undangan yang datang.

 

“Aku harap kalian ada disini….”


Pertemanan memiliki arti yang sangat luas bagi yang merasakannya. Bersama teman, kalian dapat berbagi suka duka bersama. Maka dari itu, hargailah mereka, jagalah mereka agar kalian tidak merasakan sakitnya kehilangan dan penyesalan.

-PatahanPena

Posting Komentar

0 Komentar